Krisis TV Nasional: Tantangan Digital dan PHK Massal

Krisis TV Nasional: Tantangan Digital dan PHK Massal

- in Featured, Opini & Analisa
96
0

Krisis TV Nasional: Tantangan Digital dan PHK Massal

 

Oleh : Jeannie Latumahina
Ketua Umum RPA INDONESIA

 

Industri televisi nasional Indonesia sedang menghadapi tekanan besar yang kompleks. Banyak stasiun televisi besar seperti Kompas TV, CNN Indonesia TV, MNC Group, TV One, Emtek Group, dan ANTV melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan menutup beberapa kantor cabang. Situasi ini bukan hanya masalah internal, tapi juga akibat perubahan perilaku konsumen, perkembangan teknologi, dan kebijakan pemerintah yang menuntut adaptasi cepat.

Salah satu tantangan utama adalah kebijakan pemerintah yang mewajibkan migrasi dari siaran analog ke televisi digital penuh pada 2024-2025. Tujuannya meningkatkan kualitas siaran dan memperluas akses masyarakat, termasuk bantuan set-top box gratis untuk keluarga kurang mampu. Namun, migrasi ini menuntut investasi besar bagi stasiun televisi, sementara pendapatan mereka justru menurun akibat tekanan pasar dan perubahan pola konsumsi.

Pendapatan iklan televisi nasional turun drastis, sekitar 25-30% dalam dua tahun terakhir. Banyak pengiklan beralih ke platform digital seperti YouTube dan TikTok yang dianggap lebih efektif menjangkau audiens muda dan memberikan data pengukuran lebih akurat. Survei Nielsen Indonesia menunjukkan durasi menonton televisi turun 15% dalam lima tahun terakhir, sementara konsumsi konten digital naik lebih dari 40%. Pergeseran ini membuat rating televisi konvensional menurun dan berdampak langsung pada pendapatan stasiun TV.

Beban utang perusahaan media juga memperparah tekanan finansial. Contohnya, VIVA Group sebagai induk ANTV memiliki utang sekitar Rp8,79 triliun, membatasi ruang gerak investasi dan inovasi. Akibatnya, perusahaan harus melakukan efisiensi besar-besaran, termasuk PHK dan penutupan kantor cabang.

Data PHK menunjukkan Kompas TV memberhentikan sekitar 150 karyawan dan menghentikan siaran televisi per Mei 2025 untuk fokus ke digital. CNN Indonesia TV merumahkan sekitar 200 orang, MNC Group melepas lebih dari 400 karyawan, TV One memberhentikan 75 orang, Emtek Group sekitar 100 orang, ANTV melakukan PHK besar-besaran di lini produksi dengan estimasi 57 karyawan, dan Global TV (GTV) merumahkan sekitar 30% karyawannya. Media lain seperti TVRI, RRI, Net TV, dan SEA Today juga melakukan pengurangan tenaga kerja dan penutupan kantor cabang.

Dampak sosialnya besar, dengan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih. Pemerintah merespon dengan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan pelatihan ulang untuk membantu pekerja beradaptasi.

Meski begitu, televisi nasional masih unggul dalam hal kredibilitas dan penerapan kaidah jurnalistik ketat. Televisi menjadi sumber utama informasi terpercaya, terutama dalam situasi darurat, dan dapat diakses gratis tanpa koneksi internet, berbeda dengan platform digital yang bergantung internet dan sering berbayar. Televisi juga unggul dalam menghadirkan konten lokal yang dekat dengan budaya Indonesia.

Krisis serupa terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, di mana fenomena “cord-cutting” membuat banyak pemirsa meninggalkan langganan kabel dan satelit tradisional. Pendapatan iklan televisi menurun seiring pengiklan beralih ke platform digital dengan targeting presisi dan interaktivitas tinggi. YouTube dan TikTok bahkan berekspansi ke pasar Connected TV (CTV), menayangkan konten di layar televisi pintar, mengancam posisi stasiun TV tradisional.

Sebagai respons, stasiun televisi di negara maju mengembangkan platform streaming sendiri seperti BBC iPlayer, mengintegrasikan fitur interaktif, menggunakan periklanan cerdas, berkolaborasi dengan platform digital, dan berinvestasi pada infrastruktur berbasis Internet Protocol dan cloud computing. YouTube dan TikTok juga terus berinovasi dengan YouTube Shorts dan aplikasi TikTok smart TV.

Data eMarketer menunjukkan pada 2024, pengeluaran iklan digital global mencapai lebih dari 600 miliar USD, tumbuh 15%, sementara iklan televisi tradisional hanya tumbuh 2%. Di Indonesia, penetrasi internet mencapai 77%, memperkuat dominasi platform digital. Tren ini memaksa stasiun televisi mengadopsi model bisnis hybrid yang menggabungkan siaran linear dan konten digital on-demand.

Melihat tren global dan tantangan domestik, industri televisi Indonesia harus menggabungkan keunggulan tradisional seperti kredibilitas dan standar jurnalistik tinggi dengan pengembangan platform digital dan model bisnis iklan modern. Transformasi digital dan inovasi jadi kunci agar media televisi tetap relevan dan mampu menarik audiens muda yang kini lebih banyak mengonsumsi konten digital.

Namun, migrasi ke TV digital yang diwajibkan pemerintah saat ini menjadi tantangan tambahan yang membuat industri TV “sakit kepala” karena harus menanggung beban investasi besar di tengah pendapatan menurun dan persaingan digital ketat. Dengan pertumbuhan industri televisi diperkirakan hanya 5% per tahun, jauh di bawah media digital yang mencapai 19%, adaptasi cepat sangat krusial untuk bertahan dan berkembang di era media yang dinamis.

Rabu, 14 Mei 2025

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Ketua Forkoda PP DOB Provinsi Papua Barat Roy Yunus Indorway ST ; “Kami Sangat Mengapresiasi Pelantikan Forkonas PP DOB Periode 2025-2029 Yang Dihadiri Pengurus Forkonas PP DOB Dari Seluruh Indonesia”

Post Views: 5 Jakarta, Pelantikan pengurus Forum Komunikasi