Rahayu Menekankan Pentingnya Peningkatan Kapabilitas Kontraktor Dan Subkontraktor Baik Dari Sisi Manajemen, Kepatuhan Kontrak, Maupun Kemampuan Membangun Kerja Sama Yang Saling Menguntungkan

banner 468x60

Jakarta — Dinamika pasar konstruksi nasional menjelang tahun 2026 menghadapi tantangan serius, terutama dalam tata kelola proyek dan perlindungan hubungan kerja antar pelaku usaha. Hal tersebut disampaikan Rahayu S. Arifin (Ketua Kerja Sama Luar Negeri & Riset & IKATAN AHLI MANAJEMEN PROYEK INDONESIA)
saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional “Dinamika Pasar Konstruksi Tahun 2026” yang digelar hari ini.

Dalam wawancara awak media, Rahayu menegaskan bahwa persoalan utama di banyak proyek konstruksi bukan semata pada persoalan honor atau pembayaran proyek, melainkan pada lemahnya legitimasi dan penegakan kontrak manajemen proyek.

“Dalam pendekatan project preconstruction management, yang harus jelas dan ditegakkan adalah kontrak manajemennya. Kontraktor dengan SOP kontraktor bukan soal honor proyek semata, tetapi soal hubungan kerja yang dilindungi secara profesional,” tegas Rahayu.

Ia menjelaskan, kontrak manajemen sejatinya berfungsi bukan hanya untuk melindungi uang, tetapi juga melindungi hubungan hukum dan profesional antar pihak yang berkontrak, baik antara pemilik proyek, kontraktor utama, maupun subkontraktor. Ketika kontrak ini diabaikan, maka risiko berantai pun muncul.

Rahayu menyoroti praktik di lapangan yang kerap terjadi, di mana proyek tidak membayar tepat waktu, sehingga kontraktor utama tidak mampu membayar subkontraktor. Kondisi ini menunjukkan absennya mekanisme perlindungan dan jaminan proyek yang seharusnya berjalan.

“Kalau kontrak manajemennya dijalankan dengan benar, seharusnya ada jaminan, ada garansi. Jika pembayaran tidak dilakukan, jaminan pelaksanaan bisa dicairkan. Tapi faktanya, instrumen ini tidak dimainkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Rahayu menekankan pentingnya peningkatan kapabilitas kontraktor dan subkontraktor, baik dari sisi manajemen, kepatuhan kontrak, maupun kemampuan membangun kerja sama yang saling menguntungkan (win-win solution).

Menurutnya, proyek konstruksi seharusnya sudah selesai secara sistem jika pendekatan project preconstruction management dijalankan dengan konsisten sejak awal. Hal ini mencakup kejelasan peran para pihak (third party), penjaminan risiko, hingga mekanisme penyelesaian sengketa

Seminar nasional ini menjadi ruang refleksi penting bagi seluruh pemangku kepentingan sektor konstruksi untuk memperbaiki tata kelola proyek menuju tahun 2026 yang lebih profesional, adil, dan berkelanjutan

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *