*Jakarta – Cosmopolitanpost.com – 22 Agustus 2025* – Kontribusi Indonesia dalam pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) kepada lebih dari 10.000 guru lintas agama, menjadi salah satu sorotan dalam Pertemuan ke-20 Pejabat Senior Pendidikan ASEAN atau 20th ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-ED) yang diadakan di Bangkok, Thailand, Jumat (22/8/2025). Inisiatif Indonesia dalam pelatihan LKLB disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, yang diundang sebagai salah satu narasumber dalam Open Session yaitu sesi terbuka untuk mendengarkan perkembangan informasi dari sejumlah mitra pendukung ASEAN.
“Program ini, yang dinamakan Literasi Keagamaan Lintas Budaya, atau secara singkat LKLB, dimulai oleh Institut Leimena pada 2021 dan terus berkembang berkat kemitraan 40 organisasi pendidikan dan keagamaan. Program LKLB terus ditingkatkan dan diimplementasikan melalui kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum, dan Kementerian Agama,” kata Matius dalam forum yang dihadiri pejabat senior dari Kementerian Pendidikan/Pendidikan Tinggi negara-negara anggota ASEAN.
Matius mengatakan program LKLB ikut mendukung upaya kolektif kawasan dalam mewujudkan Rencana Strategis Komunitas Sosial Budaya ASEAN yang termuat dalam ASEAN 2045: Our Shared Future. Dokumen tersebut telah diadopsi dalam KTT ASEAN ke-46 di Kuala Lumpur tanggal 26 Mei 2025, diantaranya memuat Langkah Strategis 1.2.6 yaitu “meningkatkan kerja sama dan dialog untuk memperkuat budaya toleransi dan moderasi, mempromosikan budaya pluralisme dan kewarganegaraan yang bertanggung jawab”.
Terminologi “literasi keagamaan lintas budaya” juga tercantum dalam dokumen ASEAN 2045 pada Langkah Strategis Komunitas Politik-Keamanan ASEAN 9.7 sejalan dengan Tujuan Strategis 9 untuk menciptakan Komunitas ASEAN yang inklusif dan kohesif.
Matius menjelaskan program LKLB adalah pelatihan guru untuk mempromosikan masyarakat inklusif dan kohesif melalui peningkatan kompetensi guru dalam membangun relasi dan kolaborasi damai dengan orang-orang dengan latar belakang agama dan budaya yang berbeda.
“Program LKLB tidak melatih orang untuk menjadi pakar agama, namun membekalinya dengan literasi agama dan budaya, sehingga mereka dapat belajar memperlakukan orang lain secara setara dan membangun rasa saling menghormati dalam masyarakat yang beragam,” kata Matius.
Selama kurang dari empat tahun, program yang terdiri dari kegiatan daring dan luring ini, telah melatih lebih dari 10.253 pendidik dari 38 provinsi di Indonesia. Sebagian besar para guru madrasah dan sekolah dengan latar belakang agama berbeda yaitu Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Matius menambahkan program LKLB melatih guru untuk memiliki tiga kompetensi yaitu memahami diri sendiri, orang lain, dan berkolaborasi di tengah perbedaan mendalam. Penekanan pada kolaborasi menjadi penting karena kolaborasi menumbuhkan rasa saling percaya diantara masyarakat sebagai inti dari kohesi sosial.
“LKLB ini merupakan dasar bagi kewarganegaraan yang bertanggung jawab dan sangat dibutuhkan di dunia saat ini dengan meningkatnya xenophobia,” ujarnya.
Matius menyebut program LKLB dan konsepnya secara umum, juga telah mendapatkan perhatian dalam banyak forum internasional. Misalnya, pada pembukaan International Conference on Cohesive Societies (ICCS) di Singapura tanggal 26 Juni 2025, Presiden Singapura, Tharman Shanmugaratnam, menyebut program LKLB sebagai model dalam pidato kuncinya. Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, dalam G20 Interfaith Forum (IF20) di Cape Town, Afrika Selatan, pada 12 Agustus 2025, menyatakan bahwa literasi keagamaan lintas budaya sebagai pilar vital pendidikan karakter.
Di kawasan ASEAN, lima akademisi Vietnam dari Institut Etnisitas dan Agama di bawah Akademi Nasional Politik Ho Chi Minh melakukan kunjungan ke Indonesia untuk mempelajari secara langsung pengalaman Indonesia dalam program LKLB.
Selain itu, selama dua tahun berturut-turut telah diselenggarakan International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy (Konferensi Internasional LKLB) dengan sesi roundtable bertajuk “Cross-Cultural Religious Literacy in ASEAN Community”. Konferensi tersebut diadakan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM pada 2023 dan Kementerian Luar Negeri pada 2024. Peserta yang hadir baik secara daring maupun luring berasal dari 52 negara.
“Pada tanggal 11-12 November, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI dan Institut Leimena kembali akan menyelenggarakan Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya dan kami ingin mengundang kehadiran Anda berpartisipasi dalam konferensi tersebut,” kata Matius.
Sebagai latar belakang, negara-negara Anggota ASEAN menjalin kerja sama di bidang pendidikan melalui ASEAN Education Ministers Meeting (ASED). Pelaksanaan arahan dan prioritas yang ditetapkan oleh para Pemimpin ASEAN dan ASED dilakukan oleh ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-ED).
Dalam 20th ASEAN SOM-ED, dari Indonesia hadir Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Suharti, bersama Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Nia Nurhasanah, Direktur Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Arie Wibowo Khurniawan, dan Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama, Vivi Andriani. Hadir pula Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains, dan Teknologi, Beny Bandanadjaja.
Redaksi