Jakarta – Diskusi Publik yang diadajan oleh Relawan Prabowo – Gibran 78 Foundation di gelar di Hamdayani Resto Jakarta Timur, Kamis (16/10/2025).
Adapun Narasumber yang hadir Ade Armando, Andi Aswan , Agus Baskoro dan Relly Reagen serta Irjenpol Aryanto Sutadi.
Narasumber Ade Armando menyampaikan adanya kelompok yang tidak menyukai keluarga Jokowi dan menyebar isu ijasah Jokowi itu palsu. Mau menjatuhkan Jokowi sementara Jokowi sudah tidak menjabat presiden”, ujar Ade.
Ade juga mengatakan Rocky aku sudah lama kenal dan tau pendidikannya.
“Kami mengajak para pendukung Jokowi siap – siap untuk mengkanter isu -isu Jokowi Gibran di media sosial”, ujar Ade.
Selanjutnya Narasumber Aryanto Sutadi dalam paparannya mengatakan kepercayaan kepada pemerintah otomatis turun jika kinerja aparat penegak hukumnya (APH) masih jelek.
Saya akui kinerja aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim masih jauh dari yang apa yang diharapkan oleh masyarakat. Ditambah lagi banyak oknum aparat yang terlibat dalam kasus hukum,” ujarnya.
Maka itu sebut dia, reformasi aparat hukum menjadi keharusan demi terciptanya keadilan, efisiensi, dan kepercayaan publik.
“Reformasi ini mencakup perbaikan aspek kelembagaan (struktur, peraturan) dan non-kelembagaan seperti transformasi moral, budaya hukum, dan pendidikan yang membentuk karakter aparat,” terangnya.
Menurut Relly Reagen contoh nyata dimana tuduhan tanpa dasar dibiarkan berkembang di ruang publik terutama dengan menebar keraguan atas legitimasi mantan Presiden Ke-7 Jokowi di media sosial.
“Dijadikan sebagai alat politik di nasional
padahal demokrasi yang sehat tak lahir dari keraguan, melahirkan kejujuran
dan kebebasan terhadap berekspresi itu tidak memanipulasi hak tanggung
apa yang semua diklaim sebagai hak publik itu tahu berupa menjadi serangan politik berbasis kebohongan dan tuduhan bahwa ijazah presiden palsu telah dibantah berkali-kali oleh lembaga resmi seperti UGM, penegak hukum, namun mereka pandai memainkan persepsi kebohongan yang dihidupkan kembali diulang-ulang hingga terdengar seperti narasinya menjadi kebenaran,” jelasnya.
Relly menyebutkan dalam tinjauan ilmu komunikasi politik, fenomena ini dikenal sebagai manufacturing public.
“Dimana tanpa persetujuan publik, kebohongan dibuat melalui rekayasa informasi,” pungkas Relly.