Menimbang Distribusi Pertumbuhan Ekonomi Berkeadilan dan Posisi Global Indonesia

Menimbang Distribusi Pertumbuhan Ekonomi Berkeadilan dan Posisi Global Indonesia

- in Featured, Opini & Analisa
7
0

Menimbang Distribusi Pertumbuhan Ekonomi Berkeadilan dan Posisi Global Indonesia

 

*Oleh Jeannie Latumahina*
*Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak ( RPA ) Indonesia*

 

Memasuki pada kuartal II tahun 2025, Indonesia telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen secara year-on-year. Angka ini jelas menunjukkan daya tahan ekonomi nasional yang cukup baik di tengah ketidakpastian global, termasuk adanya situasi panas geopolitik dan juga hambatan tarif impor baru, khususnya dari Amerika Serikat.

Perlu diketahui adanya pertumbuhan ini ditopang oleh konsumsi domestik yang memberikan kontribusi lebih dari 54 persen terhadap PDB, serta investasi yang meningkat pada kisaran hampir 7 persen, juga ekspor yang tumbuh sekitar 10 persen walaupun masih menghadapi tantangan eksternal.

Namun kenyataannya distribusi manfaat dari pertumbuhan ekonomi ini belum merata. Melihat bagaimana masyarakat kelas menengah ke bawah masih sangat merasakan beban berat akibat inflasi, maupun kebijakan seperti kenaikan pajak, dan juga naiknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama pada sektor-sektor terdampak otomatisasi serta akibat dari tekanan ekonomi global.

Situasi demikian ini telah menciptakan kekecewaan sosial yang meluas dan meningkatkan rasa ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah. Yang pada akhirnya membuat dinamika politik memanas karena suara rakyat yang merasa tidak didengar, ditambah kebijakan atau perilaku elit yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

Beberapa penyebab buruknya distribusi pertumbuhan ekonomi antara lain karena kebijakan fiskal yang belum sepenuhnya bisa responsif terhadap beban masyarakat, terutama kenaikan tarif pajak yang menambah beban tekanan ekonomi bagi kelompok rentan, serta masih ketergantungan ekonomi pada sektor dengan nilai tambah rendah yang telah membatasi peluang penciptaan lapangan kerja berkualitas.

Selain juga masalah pada ketimpangan akses pendidikan dan layanan kesehatan yang belum merata juga memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Semua faktor ini memperdalam rasa ketidakadilan dan menjadi sumber ketegangan sosial dan politik yang signifikan.

Masalah ini sebenarnya sangat terkait dengan situasi risiko middle income trap, di mana status Indonesia sebagai negara yang berpendapatan menengah sulit dalam meningkatkan produktivitas dan inovasi agar mampu melaju ke tingkat pendapatan lebih tinggi secara berkelanjutan.

Perlambatan pada sektor manufaktur dan kurangnya transformasi ekonomi yang substansial semakin memperbesar risiko stagnasi, akan mengakibatkan kurangnya peluang penciptaan lapangan kerja berkualitas dan peningkatan kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat luas.

Mengatasi persoalan ini jelas sangat membutuhkan perhatian pada kebijakan yang tidak hanya fokus pada angka pertumbuhan semata, melainkan juga harus benar-benar mampu menitikberatkan pada pemerataan hasil dari pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan inklusif. Pemerintah perlu serius meningkatkan progresivitas kebijakan fiskal dan tetap memperkuat perlindungan sosial yang efektif sehingga bisa mengurangi beban masyarakat rentan. Terutama peningkatan pada akses pendidikan dan pelatihan vokasi yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja.

Pengembangan titik berat usaha pada UMKM dan distribusi pembangunan infrastruktur ke daerah-daerah tertinggal adalah strategi penting agar peluang ekonomi tersebar merata, tidak hanya terpusat di kota-kota besar.

Bila dilihat secara global, sebenarnya pertumbuhan ekonomi dunia tetap diperkirakan sekitar 3,2 persen untuk tahun 2025 (IMF). Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat hanya tumbuh sekitar 3 persen, sementara itu juga banyak negara Eropa malah mengalami pertumbuhan yang stagnasi atau bahkan kontraksi.

Di kawasan ASEAN, Indonesia masih menempati pada posisi kedua dengan tingkat pertumbuhan sekitar 5,1 persen, berada dibawah posisi Vietnam yang mampu berada pada pertumbuhan sekitar 7 persen, dan masih tetap jauh dengan mengungguli Malaysia dan Singapura yang berkisar antara 4,3 hingga 4,5 persen.

Meski begitu, perlu diingatkan tekanan eksternal baik berupa ketegangan politik global, perubahan tarif perdagangan, dan fluktuasi harga komoditas tetap menjadi risiko yang harus tetap diantisipasi oleh pemerintah agar pertumbuhan masih bisa tetap stabil.

Dengan demikian, untuk bisa terus menerus menjaga angka keberhasilan pertumbuhan ekonomi harus selalu diimbangi dengan langkah konkret untuk menjamin bahwa distribusi manfaat yang tetap adil dan merata.

Karena jika masih ada ketimpangan dan ketidakpuasan masyarakat terus dibiarkan, ditambah tekanan sosial dan konflik politik akan berpotensi semakin memuncak yang bukan saja bisa mengganggu stabilitas ekonomi, tetapi juga stabilitas nasional.

Keluar dari middle income trap tetap menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya tumbuh dari sisi angka, tetapi benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas dan berkelanjutan. Ini semua membutuhkan reformasi struktural yang tak terelakkan, percepatan inovasi, sekaligus upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia agar produktivitas dan daya saing nasional meningkat secara signifikan.

Singkatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus selaku lebih baik dibandingkan rata-rata global dan regional di 2025, namun ingat tantangan distribusi dan dinamika politik harus menjadi fokus utama agar semua pembangunan tidak meninggalkan kelompok masyarakat yang rentan dan tidak memicu ketegangan sosial lebih lanjut.

Senin , 11 Agustus 2025

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Suwandi ; “Sebagian Pembiayaan Yang Dilakukan Bersifat Refinancing Atau Daur Ulang, Seperti Memanfaatkan BPKB Kendaraan Sebagai Agunan & Masyarakat Bisa Memanfaatkan Pembiayaan Untuk Tujuan Produktif  Bukan Konsumtif”

Post Views: 5   Jakarta — Otoritas Jasa