Permasalahan Pengemudi KWK Jaklingko: Tuntut Keadilan, Transparansi, dan Perlindungan Hak Kerja
Jakarta, 6 Agustus 2025 —
Sejumlah pengemudi angkutan kota berbasis yang tergabung dalam Operator KWK kembali menyuarakan keluhan dan tuntutan mereka terhadap berbagai persoalan ketenagakerjaan yang dinilai tidak adil dan merugikan.
Setelah sebelumnya menyampaikan aspirasi secara langsung, para pengemudi bersama serikat pengemudi telah difasilitasi untuk mengikuti pertemuan tripartit bersama perwakilan KWK dan pihak Suku Dinas Ketenagakerjaan (Sudin Disnaker Jakarta Barat). Namun, dalam pertemuan tersebut, meski para pengemudi telah menyerahkan berbagai bukti dan data atas dugaan pelanggaran hak, hingga kini belum ada kejelasan atau hasil konkrit yang diberikan oleh pihak Sudin Disnaker.
“Kami sudah datang dan menyampaikan semua bukti yang kami miliki. Tapi dalam pertemuan itu, pihak Sudin tidak bisa memberikan jawaban yang jelas. Dan sampai sekarang, tidak ada hasil atau tindak lanjut dari pertemuan tersebut,” ujar Tupa Pasaribu Pramudi Jak 30 salah satu perwakilan pengemudi kepada para awak media, Selasa 5/8/25.
Para pengemudi merasa bahwa keadilan belum ditegakkan, dan langkah tripartit yang seharusnya menjadi solusi justru berujung pada ketidakpastian. Mereka menyayangkan sikap pasif dari instansi pemerintah yang semestinya hadir sebagai penengah dan pelindung hak-hak pekerja.
Selain masalah tersebut, pengemudi juga menyoroti dominasi kepemilikan KWK yang dikuasai sekitar 75 persen oleh oknum satu pihak, yang menyebabkan pengemudi maupun pemilik kendaraan lain merasa takut menyampaikan aspirasi karena khawatir akan dikeluarkan dari sistem. Beberapa pengemudi bahkan mengaku telah diberhentikan karena menuntut hak-haknya,” ungkap Tupa Pasaribu.
Sistem pengupahan pun dinilai tidak manusiawi, karena didasarkan pada jarak tempuh tanpa transparansi nominal. Pengemudi hanya memperoleh rata-rata penghasilan sekitar Rp4,2 juta per bulan, jauh di bawah UMR DKI Jakarta. Tidak adanya perjanjian kerja resmi, pemotongan BPJS dan THR tanpa kejelasan, serta penahanan sertifikat kompetensi BNSP semakin memperparah kondisi kerja para pramudi,” ucap Tupa Pararibu.
Dengan tidak adanya respons dan solusi dari instansi terkait, kami para pengemudi meminta perhatian serius dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Ketenagakerjaan, dan pihak berwenang lainnya untuk segera bertindak menyelesaikan permasalahan ini secara adil, transparan, dan berpihak pada keadilan sosial,” pungkasnya.