15 Organisasi Masyarakat Sipil Desak Presiden Mereformasi Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2026

15 Organisasi Masyarakat Sipil Desak Presiden Mereformasi Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2026

- in Featured, Nasional
54
0

15 Organisasi Masyarakat Sipil Desak Presiden Mereformasi Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2026

 

Jakarta, 8 Juli 2025 –

 

Lima belas organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Pengendalian Tembakau telah mengirimkan surat dukungan resmi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mereformasi kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2026. Surat ini disampaikan sebagai bentuk dukungan kepada Pemerintah dikarenakan dampak kesehatan dan ekonomi Indonesia yang semakin memburuk akibat konsumsi produk tembakau yang tidak terkontrol. Dukungan reformasi kebijakan CHT ini muncul untuk mendesak Pemerintah memahalkan harga produk tembakau menjadi tidak terjangkau, setelah sebelumnya tidak menaikkan tarif CHT untuk tahun 2025.

Surat dukungan tersebut menekankan pentingnya reformasi kebijakan CHT di tengah keadaan tingginya prevalensi perokok Indonesia, kerugian negara karena penyakit akibat merokok, hingga pengaruh buruk konsumsi rokok yang tidak terkendali pada produktivitas masyarakat dan generasi muda. Koalisi menyoroti belum efektifnya pengendalian konsumsi produk tembakau yang terbukti dari penurunan yang belum signifikan.

Kenaikan cukai rokok utamanya ditujukan untuk mencegah anak, remaja, dan penduduk miskin merokok, serta membantu perokok aktif berhenti merokok. Hasbullah Thabrany, Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas-PT), “Cukai rokok ini merupakan denda bagi perokok yang telah hidup tidak sehat, mereka yang membayar cukai. Menaikkan cukai rokok merupakan win-win solution bagi Pemerintah, industri, dan rakyat. Hal ini terbukti di banyak negara maju.”

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan 29,7% atau 73 juta lebih orang dewasa adalah perokok aktif, dan perokok anak usia 10-18 tahun mengalami kenaikan tajam dari 4,1 juta anak tahun 2018 menjadi 5,9 juta anak di 2023. Lebih lanjut, konsumsi rokok elektronik melonjak sepuluh kali lipat dalam satu dekade (dari 0,3% menjadi 3% menurut GATS 2021), terutama pada remaja dan dewasa muda akibat lemahnya regulasi cukai, distribusi, iklan, dan promosi. Hal ini menyebabkan semakin banyak anak dan remaja mengkonsumsi produk tembakau dan nikotin sehingga berdampak serius pada kesehatan dan masa depan.

Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Aryana Satrya, menilai harga rokok yang masih murah dan terjangkau akibat rendahnya tarif CHT dan struktur golongan bertingkat yang kompleks menyebabkan konsumsi rokok hingga saat ini masih tinggi di Indonesia.

“Dari survei yang telah PKJS UI lakukan, setidaknya harga rokok harus naik jadi tujuh puluh ribu rupiah per bungkus untuk membuat perokok mau berhenti membeli rokok.” jelas Aryana.

Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih mengungkapkan bahwa CHT berdampak positif bagi kesehatan maupun pendapatan negara. Sayangnya, tarif CHT yang diterapkan saat ini masih jauh dari rekomendasi WHO, yaitu idealnya naik sebesar 25% setiap tahun.

“Berbagai riset sudah membuktikan efektivitas cukai. Riset terbaru CISDI menunjukkan jika harga rokok naik 10% maka akan mengurangi kemungkinan inisiasi merokok remaja sekitar 22%. Tidak hanya untuk kesehatan, riset kami pada 2020 juga membuktikan bahwa kenaikan tarif CHT sebesar 30% akan menambah pendapatan negara sebesar Rp 5,72 triliun, ” kata Diah.

Berangkat dari urgensi perlindungan kesehatan masyarakat dan pentingnya penguatan kebijakan fiskal pengendalian tembakau, Koalisi menyampaikan 5 rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan oleh Presiden dan Kementerian Keuangan untuk memperkuat kebijakan CHT:

1. Memastikan kenaikan tahunan tarif CHT setiap tahun untuk seluruh produk tembakau, termasuk rokok elektronik dan tembakau iris, dengan rata-rata kenaikan minimal 25% untuk semua jenis rokok dan di atas 5% untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT).

2. Menyederhanakan struktur tarif CHT secara bertahap menjadi hanya 3–5 lapisan pada tahun 2029, sebagaimana amanat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029 (RPJMN 2025-2029).

3. Menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) minimum dan memperkecil jarak antar layer untuk menghilangkan segmentasi harga yang melemahkan upaya pengendalian konsumsi.

4. Menerapkan tarif maksimal 57% untuk rokok elektronik dan produk tembakau lainnya guna mencegah pergeseran konsumsi (switching) untuk efektivitas pengendalian konsumsi rokok melalui kebijakan fiskal.

5. Menetapkan peta jalan kebijakan kenaikan tarif dan simplifikasi struktur CHT melalui Peraturan Presiden agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan menjamin konsistensi implementasi di seluruh kementerian dan lembaga.
Koalisi Pengendalian Tembakau mengakhiri surat dukungan dengan menegaskan bahwa reformasi kebijakan cukai hasil tembakau bukan semata soal fiskal, melainkan keberpihakan pemerintah untuk generasi penerus bangsa. Koalisi menyatakan komitmennya untuk terus mendukung pemerintah dalam merumuskan dan mengawal kebijakan CHT berbasis bukti demi menjawab tantangan pembangunan dan mewujudkan rakyat Indonesia yang sehat produktif menuju Generasi Emas yang kompetitif, berkeadilan, dan berdaulat sebagaimana telah Presiden canangkan dalam Asta Cita.

Dengan semangat membentuk generasi yang sehat, produktif, dan terhindar dari pengaruh zat berbahaya, maka Koalisi Pengendalian Tembakau mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto bersama Kementerian Keuangan untuk menaikkan tarif CHT tahun 2026.

– S E L E S A I –

Jakarta, 8 Juli 2025

Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas-PT), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Yayasan Lentera Anak, Yayasan Kepedulian Untuk Anak (Yayasan KAKAK), Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Tobacco Control Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Center of Human and Development Institut Teknologi dan Bisnis (CHED ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI), Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan (RAYA) Indonesia, Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES), dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI).

Tentang Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (PKJS-UI)

Institusi yang bergerak pada pelatihan, konsultasi, dan penelitian seputar Jaminan Sosial secara luas termasuk menangani isu ekonomi dan kesehatan, untuk berkontribusi pada kesejahteraan rakyat.

 

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi non-profit yang bertujuan memajukan pembangunan sektor Kesehatan dan penguatan sistem Kesehatan melalui kebijakan berbasis dampak, riset, advokasi dan intervensi inovatif yang inklusif dan partisipatif.

 

Tentang Komnas Pengendalian Tembakau

Merupakan organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah konsumsi produk tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 23 organisasi yang terdiri dari organisasi profesi kesehatan, organisasi masyarakat, dan kelompok yang peduli akan dampak buruk dan bahaya produk tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda dan keluarga miskin.

Info: www.komnaspt.or.id

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

“Ketua Umum PGI dan rombongan kunjungi Padang Sarai: “Anak-anak korban jangan hanya dijadikan catatan kaki dalam penyelesaian masalah intoleransi”

Post Views: 11   Padang – Cosmopolitanpost.com  –