Oleh: Johan Sopaheluwakan, S.Pd., C.EJ., C. BJ –
Cosmopolitanpost.com – (21/2/2025) – Berita penangkapan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan peristiwa yang menyita perhatian masyarakat luas di tanah air. Di tengah-tengah suasana puncak dari Pesta Demokrasi di Indonesia karena tanggal 20 Februari 2025 dilangsungkan Pelantikan Kepala Daerah di seluruh Propinsi dan Kota/Kabupaten justru di dunia perpolitikan dihadapkan pada peristiwa besar khusus bagi PDI Perjuangan dan berita ini menjadi komoditas beredar luas di media sosial, telah memicu gelombang spekulasi dan debat panas di tengah masyarakat.
Peristiwa ini memiliki implikasi politik yang sangat signifikan, konsekuensi dan makna di baliknya.
Hasto Kristiyanto ditangkap, kita perlu menelaah secara kritis motif dan proses hukum yang melatarbelakanginya.
Apakah penangkapan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum yang independen dan tanpa intervensi politik?
Atau, sebaliknya, apakah ini merupakan manuver politik yang bertujuan untuk melemahkan kekuatan PDI Perjuangan?
Transparansi menjadi kunci dalam situasi seperti ini. Publik berhak mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya mengenai alasan penangkapan, bukti-bukti yang diajukan, dan proses hukum yang akan dijalani. Ketiadaan transparansi hanya akan memicu kecurigaan dan memperparah polarisasi politik.
Pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk memberikan penjelasan yang jelas dan meyakinkan kepada masyarakat.
Di sisi lain, penangkapan seorang tokoh sentral seperti Hasto Kristiyanto juga berpotensi menciptakan ketidakstabilan politik. PDI Perjuangan, sebagai partai penguasa, memiliki pengaruh yang sangat besar di pemerintahan. Kehilangan seorang tokoh kunci seperti Hasto Kristiyanto tentu akan berdampak pada dinamika politik nasional.
Oleh karena itu, perlu adanya sikap bijak dari semua pihak. Kita harus menghindari spekulasi dan narasi yang memecah belah. Proses hukum harus dihormati dan dibiarkan berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Prioritas utama adalah memastikan tegaknya hukum dan keadilan, tanpa mengorbankan stabilitas politik nasional.
Ke depan, peristiwa ini seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat sistem hukum dan menegaskan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Hukum FHISIP UPBJJ UT Jakarta dan Koordinator Justice Society Community.