Dr. Faizal Hafied, SH., MH. TIM Kuasa Hukum Teddy Minahasa dari Kantor Hukum FHP Partnership Asia menyampaikan Klarifikasi Soal Hakim Marah di Pengadilan

Dr. Faizal Hafied, SH., MH. TIM Kuasa Hukum Teddy Minahasa dari Kantor Hukum FHP Partnership Asia menyampaikan Klarifikasi Soal Hakim Marah di Pengadilan

- in Featured, Nasional
173
0

Dr. Faizal Hafied, SH., MH. TIM Kuasa Hukum Teddy Minahasa dari Kantor Hukum FHP Partnership Asia menyampaikan Klarifikasi Soal Hakim Marah di Pengadilan

 

Jakarta, Cosmopolitanpost.com

 

 

Dr. Faizal Hafied salah satu tim kuasa hukum terdakwa kasus penjualan barang bukti narkotika Inspektur Jenderal Polisi Teddy Minahasa memberikan klarifikasi terkait beredar berita Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih marah kepada tim kuasa hukum Teddy. Menurut dia Ketua Majelis Hakim Jon Sarman hanya mengingatkan agar sidang berjalan Baik dan tertib.

“Perlu kami sampaikan bahwa tidak ada kuasa hukum dari tiga kantor pengacara Teddy Minahasa yang dimarahi hakim. Namun hakim memang berhak mengatur jalannya persidangan,” kata Dr. Faizal Hafied kepada Republika, Rabu (22/2/2023).

Dr. Faizal Hafied menegaskan, berdasarkan KUHAP sebagai kuasa hukum berhak mengajukan keberatan kepada hakim berkaitan dengan pertanyaan JPU jika pertanyaan itu dapat dianggap menjerat saksi dan merugikan kepentingan hukum orang yang dibelanya (klien). Hak tersebut diatur dalam Pasal 166 KUHAP.

“Interupsi cerdas berdasarkan Pasal 166 KUHAP untuk melindungi kepentingan hukum klien dari pertanyaan yang bersifat menjerat kepada saksi,” katanya.

“Pasal 166 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) UU No 8 Tahun 1981, Tentang Hukum Acara Pidana dan penjelasan Pada Bab XVI tentang Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan,” katanya.

Jadi kata Dr. Faizal, berdasarkan Pasal 166 KUHAP, jika ada pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi.

Dr. Faizal mengatakan, apabila dalam suatu pertanyaan disebutkan tindak pidana yang tidak diakui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui atau dinyatakan, maka pertanyaan yang demikian itu dianggap sebagai suatu pertanyaan yang bersifat menjerat.

Menurut dia, Pasal 166 KUHAP ini penting karena pertanyaan yang bersifat menjerat itu tidak hanya dan tidak boleh diajukan kepada terdakwa. Akan tetapi juga tidak boleh diajukan kepada saksi.

“Ini sesuai dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan,” katanya.

Dalam pemeriksaan penyidik atau penuntut umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya termasuk yang bersifat menjerat, lebih-lebih di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Dia menjelaskan, yang sifatnya menjeratan itu, misalnya mengarahkan jawaban dari Saksi yang menyebabkan saksi menerangkan hal yang berlainan daripada hal yang dapat dianggap sebagai pernyataan pikirannya yang bebas.

Jadi keberatan terhadap pertanyaan penuntut umum kepada saksi yang dianggap bersifat menjerat, oleh kuasa hukum adalah hal yang bisa dalam suatu persidangan, apa lagi keberatan tersebut juga disampaikan secara tertib kepada majelis.

(Hotben)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Bhabinkamtibmas Pulau Panggang Sambang Tokoh Masyarakat, Bahas Premanisme dan Imbau Warga Jauhi Judi Online

Post Views: 4   Kep – Seribu  –